- BINUS UNIVERSITY
- About Primary Teacher Education Program
- Alumni Testimonials
- Minor Program
- Mobility Program
- Enrichment Program
- Karya Mahasiswa
- Admission Schedule
- Entry Requirements
- Tuition Fee
- Scholarships
PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dalam konteks pembaruan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dan secara mikro, harus ditemukan model pembelajaran yang efektif di kelas. Model pembelajaran yang dipilih diharapkan mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dan kecakapan hidup peserta didik. Model pembelajaran yang bersesuaian dengan maksud diatas , khususnya dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah model pembelajaran dengan pendekatan problem solving.
Berdasarkan tulisan Paul Ernest yang berjudul THE IMPACT OF BELIEFS ON THE TEACHING OF MATHEMATICS yang terdapat pada www.ex.oc.uk , diangkat permasalahan model pembelajaran dengan pendekatan problem solving. Berita Acara seperti NCTM (1980) Agenda for Action and The Cockroft Report (1982) merekomendasikan diadopsinya pendekatan problem solving untuk mengajar matematika. Hal ini membawa perubahan yang besar dan membawa perubahan terhadap keseluruhan kurikulum. Lebih utama lagi, perubahan ini amat bergantung pada individu guru yang mengubah pendekatan dalam mengajar matematika.
Perubahan ke problem solving ini memerlukan berubahnya cara mengajar guru. Hal ini tergantung pada keyakinan guru yang mendasar, konsep yang dimiliki guru tentang sifat alami matematika dan model-model pembelajaran matematika. Perubahan cara mengajar tidak akan berlangsung jika guru sangat berpegang pada keyakinannya dan cara mengajarnya.
Menurut Paul Ernest, praktek mengajar matematika tergantung pada unsur-unsur kunci, khususnya :
- mental yang dimiliki guru, terutama keyakinannya mengenai belajar mengajar matematika;
- konteks sosial situasi pembelajaran,, terutama kendala dan kemungkinan tersedianya peluang; dan
- tingkat proses berpikir dan pemikiran guru.
Faktor-faktor ini yang membedakan otonomi guru matematika , dan hasil dari inovasi pembelajaran seperti problem solving tergantung dari otonomi guru dalam kesuksesan mengimplementasikannnya. Paul Ernest berargumentasi bahwa keyakinan guru memiliki dampak kuat pada praktek mengajar. Selama perubahan bentuk dalam praktek, dua faktor yang mempengaruhi keyakinan ini adalah kendala dan peluang konteks sosial pembelajaran serta tingkat berpikir guru. Sedangkan otonomi guru bergantung pada tiga faktor yaitu keyakinan, konteks sosial dan tingkat berpikir. Keyakinan amat menentukan, contohnya menentukan pilihan untuk buku matematika, konteks sosial menghambat kebebasan memilih guru, membatasi otonomi guru; sedangkan tingkat berpikir tinggi seperti evaluasi diri mengenai mewujudkan keyakinan ke dalam praktek adalah kunci otonomi dalam mengajar
Pendekatan pembelajaran matematika problem solving bukanlah sesuatu yang dapat langsung diterima begitu saja. Paradigma lama para guru sulit berubah. Perubahan drastis ini membawa dampak bagi kegiatan belajar mengajar
Pemilihan model pembelajaran problem solving sebagai pendekatan pembelajaran sangat penting karena dengan problem solving merupakan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi.
Kendala yang dihadapi adalah sulitnya diterimanya pendekatan problem solving sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran. Untuk itu diperlukan pelatihan-pelatihan agar guru-guru mau dan mampu menggunakan model pemecahan masalah ini dalam kegiatan belajar-mengajar.
Pandangan para guru yang berkeyakinan bahwa pola mengajarnya lebih baik harus diubah. Model pembelajaran problem solving hasilnya lebih baik karena dengan model ini akan diperoleh siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi.
Dari pelatihan-pelatihan, para guru menerima pendekatan problem solving dalam pembelajaran matematika, tetapi dalam praktek mengajarnya di lapangan mereka kembali kepada cara mengajar yang lama. Hal ini merupakan dampak dari keyakinan guru dalam pengajaran matematika.
Terdapat kekurangan dalam tulisan Paul Ernest tersebut yaitu tidak dikupasnya dengan jelas model pembelajaran dengan pendekatan problem solving. Kelebihan dari tulisan Paul Ernest adalah dengan argumentasinya menjelaskan bahwa keyakinan dari guru memberi dampak dalam pembelajaran matematika.
Model pembelajaran problem solving dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi. Dr. Chuck W. Wiederhold (2001), seorang ahli pendidikan di bidang matematika banyak meneliti tentang model pembelajaran ini.
Suatu soal hanya dapat disebut sebagai problem bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mcngerjakan soal tersebut.
- Siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal tersebut.
- Soal terjangkau oleh siswa.
- Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.
Jika model pebelajaran ini diterapkan, maka langkah yang dapat diecmpuh guru adalah sebagai berikut:
- Guru mcngajarkan materi seperti biasa.
- Dengan tanya jawab, guru memberikan contoh soal.
- Guru ntemberikan 1 atau 2 soal yang harus dipecahkan siswa berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem.
- Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai sebagai bahan ajar dalam model pembclajaran problem solving
Bila dicermati tujuan pembelajaran matematika yang tersebut di atas, jelas pendekatan problem solving sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang ke-3. Oleh karena itu, model pembelajaran dengan pendekatan problem solving perlu dikembangkan.
Dalam teori pembelajaran ,Teori Gagne disebutkan bahwa setiap kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan, yaitu:
- Fase aprehensi (apprehention phase). Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar yang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang terletak pada halaman sebuah buku, sebuah soal yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah, atau bisa juga seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep tertentu. Pada fase ini, siswa melakukan pencermatan terhadap stimulus tersebut, antara lain dengan mencermati ciri-ciri dari stimulus tersebut dan mengamati hal-hal yang ia anggap menarik atau penting.
- Fase akuisisi (acquisition phase) . Pada fase ini siswa melakukan akuisisi (pemerolehan, penyerapan, atau internalisasi) terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
- Fase penyimpanan (storage phase) . Pada fase ini siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek (short-term memory) dan ingatan jangka panjang (long-term memory).
- Fase pemanggilan (retrieval phase). Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah la peroleh dan telah disimpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, maupun prinsip. Pemanggilan kembali pengetahuan yang telah diperoleh itu dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal-soal latihan, di mana ia harus mengingat kembali berbagai hal tertentu yang telah ia pelajari agar ia dapat mengerjakan soal-soal latihan tersebut, pada saat ia menempuh tes atau ulangan, atau pada saat ia mempelajari bagian-bagian tertentu dari materi pembelajaran yang ada kaitannya dengan materi-materi tertentu yang telah ia pelajari sebelumnya.
Kemudian Gagne membagi kegiatan belajar manusia menjadi 8 yaitu :
- belajar isyarat (signal learning)
- belajar stimulus-respons (stimulus-response learning)
- rangkaian gerakan (chaining)
- rangkaian verbal (verbal association)
- belajar membedakan (discrimination learning)
- belajar konsep (concept learning)
- belajar aturan (rule learning)
- pemecahan masalah (problem solving)
Menurut Teori Gagne di atas, model pembelajaran dengan pendekatan problem solving terdapat dalam fase pemanggilan (retrevial phase) dan termasuk dalam kegiatan belajar yang ke-8. Jadi ada teori pembelajaran yang mendukung pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan problem solving.
Bila dikaitkan dengan strategi pembelajaran matematika sekarang ini, jelas model pembelajaran dengan pendekatan problem solving merupakan model pembelajaran yang tepat untuk dikembangkan karena diharapkan dapat menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi.
Kendala di lapangan, dalam dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini, seperti yang juga dikemukakan oleh Paul Ernest, guru terpancang pada keyakinannya dengan model pembelajaran yang lama. Dalam pelatihan, guru menerima model pembelajaran dengan pendekatan problem solving, tetapi saat harus mengajar, para guru kembali pada cara mengajar yang diyakininya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Suyitno , 2005. Pemilihan Model-model Pembelajaran Matematika dan Penerapannya di Madrasah Aliyah – Bahan Pelatihan bagi Guru-guru Pelajaran Matematika MA se Jawa Tengah . Semarang: Unnes
Depdiknas, 2004. Materi Pelatihan terintegrasi-Matematika. Jakarta : Dirjen Dikdasmen
Mohammad Asikin Hidayat,2005. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang : PPs Unnes
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UM PRESS
seni belajar untuk hidup
Model Pembelajaran Problem Solving (Penjelasan Lengkap)
Daftar Isi ⇅ show
Pengertian model pembelajaran problem solving.
Model pembelajaran problem solving adalah model yang mengutamakan pemecahan masalah dalam kegiatan belajar untuk memperkuat daya nalar yang digunakan oleh peserta didik agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dari materi yang disampaikan. Seperti yang diungkapkan Pepkin (dalam Shoimin, 2017, hlm. 135) bahwa metode problem solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Problem solving dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Mengapa? Karena dengan mengetahui cara menyelesaikan masalahnya, pembelajaran akan merekat jauh lebih dalam dan tidak mudah untuk dilupakan. Dampaknya hampir sama dengan pembelajaran kontekstual, karena pada akhirnya masalah adalah hal sehari-hari yang akan ditemui oleh siswa. Pemecahan masalah merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan pada abad-21 .
Sementara itu Purwanto (dalam Chotimah & Fathurrohman, 2018, hlm. 280-281) berpendapat bahwa model problem solving adalah suatu proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai keinginan yang ditetapkan.
Model ini sering disebut sebagai metode pula karena boleh dibilang merupakan salah satu penerapan problem based learning (PBL) yang sudah memiliki langkah-langkah konkret. Namun di balik itu, metode ini juga cukup dinamis untuk dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan siswa atau sekolah. Oleh karena sifatnya yang dinamis, terdapat berbagai turunan dari model ini, misalnya model pembelajaran creative problem solving .
Menurut Murray, Hanlie, et al. (dalam Huda, 2015, hlm. 273) model pembelajaran problem solving merupakan salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya. Artinya akan terdapat beberapa tipe atau setting yang dapat dinaunginya.
Model problem solving adalah sebuah metode pembelajaran yang mengharuskan siswa berperan aktif dan mampu berpikir. Karena dalam problem solving siswa diharuskan mampu menganalisis materi mulai dengan mencari data sampai dengan menarik kesimpulan. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem solving adalah model yang memusatkan pembelajaran pada pemecahan masalah sehingga siswa dapat memperkuat daya nalar dengan menyusun cara, strategi, atau teknik baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Lalu seperti apa prosedur, sintaks, atau langkah-langkah dari model ini? Berikut adalah penjelasannya.
Sintaks Pembelajaran Problem Solving
Terdapat sintaks atau acuan dasar dari seluruh fase yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan model pembelajaran problem solving. Menurut Chotimah & Fathurrohman (2018, hlm. 287-288) sintaks model pembelajaran problem solving terdiri dari 6 tahap sebagai berikut.
- Merumuskan masalah Kemampuan ini diperlukan untuk mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.
- Menelaah masalah Untuk menggunakan model problem solving, menelaah masalah diperlukan agar peserta didik dapat menggunakan pengetahuan untuk memerinci dan menganalisis masalah dari berbagai sudut.
- Merumuskan hipotesis Kemampuan yang diperlukan lainnya adalah berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab-akibat, dan alternatif penyelesaian.
- Mengumpulkan dan mengelompokkan data (sebagai bahan pembuktian hipotesis) Tahap ini berfungsi untuk memancing kecakapan mencari dan menyusun data serta menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar, atau tabel.
- Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung, serta keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.
- Menentukan pilihan penyelesaian Tahap ini akan membuat peserta didik mampu untuk membuat alternatif penyelesaian serta kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.
Langkah Langkah Model Pembelajaran Problem Solving
Terdapat langkah-langkah konkret yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan model pembelajaran problem solving. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving menurut Sani (2019, hlm. 243) adalah sebagai berikut.
- Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran.
- Guru memberikan permasalahan yang perlu dicari solusinya.
- Pendidik (guru) menjelaskan prosedur pemecahan masalah yang benar.
- Peserta didik mencari literatur yang mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.
- Siswa atau peserta didik menetapkan beberapa solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan.
- Peserta didik melaporkan tugas yang diberikan guru.
Tujuan Model Problem Solving
Dalam metode pembelajaran problem solving, pembelajaran tidak hanya difokuskan dalam upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Justru bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat tersebut adalah fokusnya. Dengan kata lain, model pembelajaran ini mengutamakan peningkatan keterampilan untuk menggunakan pengetahuan sebagiamana nantinya akan digunakan pada dunia nyata atau kehidupan sehari-hari.
Siswa yang dapat mengerjakan atau dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dapat dikatakan telah telah menguasai pelajaran dengan baik. Bersinggungan dengan hal tersebut, menurut Chotimah & Fathurrohman (2018, hlm. 282) tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
- Peserta didik menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
- Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hasil intrinsik bagi peserta didik.
- Potensi intelektual peserta didik meningkat.
- Peserta didik belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Problem Solving
Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan masing-masing. Salah satunya yakni model pembelajaran problem solving yang tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan pula. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari model ini.
Secara umum salah satu kelebihan dari model pembelajaran problem solving adalah meningkatnya daya kritis siswa dalam pembelajaran. Selain itu, menurut Shoimin (2017, hlm. 137-138) kelebihan dari model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
- Membuat peserta didik lebih menghayati pembelajaran berdasarkan kehidupan sehari-hari.
- Melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
- Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
- Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya dari semenjak sekolah (sebelum memasuki kehidupan nyata).
- Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
- Membuat peserta didik berpikir dan bertindak kreatif.
- Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
- Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
- Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
- Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara yang tepat.
- Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Sementara itu, menurut Sanjaya (2016, hlm. 220) keunggulan dari metode problem solving adalah sebagai berikut.
- Merupakan teknik pembelajaran yang cukup bagus agar siswa lebih memahami isi pelajaran.
- Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
- Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
- Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
- Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
Menurut Sanjaya (2016, hlm. 220) kelemahan dari metode problem solving adalah sebagai berikut ini.
- Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
- Keberhasilan strategi pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
- Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin dipelajari.
- Chotimah, C., & Fathurrohman, M. (2018). Paradigma Baru Sistem Pembelajaran dari Teori, Metode, Model, Media, Hingga Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
- Huda, Miftahul. (2015). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Sani, R.A. (2019). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
- Sanjaya, Wina (2016). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan ( Cetakan ke 12). Jakarta: Kencana Prenada Media.
- Shoimin, A. (2017). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Artikel Terkait
Join the conversation.
Terima kasih, sangat membantu bagi saya, semakin mengerti model pembelajaran problem solving.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Simpan nama, email, dan situs web saya pada peramban ini untuk komentar saya berikutnya.
Beritahu saya akan tindak lanjut komentar melalui surel.
Beritahu saya akan tulisan baru melalui surel.
IMAGES
VIDEO
COMMENTS
Model pembelajaran problem solving hasilnya lebih baik karena dengan model ini akan diperoleh siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi. Dari pelatihan-pelatihan, para guru menerima pendekatan problem solving dalam pembelajaran matematika, tetapi dalam praktek mengajarnya di lapangan mereka kembali kepada cara mengajar yang lama.
model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi operasi hitung bilangan cacah di kelas IV SD Negeri 004 Bangkinang Kota. Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah, Model Pembelajaran Problem Solving, Matematika PENDAHULUAN
Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving. Model pembelajaran problem solving adalah model yang mengutamakan pemecahan masalah dalam kegiatan belajar untuk memperkuat daya nalar yang digunakan oleh peserta didik agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dari materi yang disampaikan.Seperti yang diungkapkan Pepkin (dalam Shoimin, 2017, hlm. 135) bahwa metode problem solving adalah ...
2.3 Model Pembelajaran Problem Solving..... 8 2.4 Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving..... 13 2.5 Hubungan Model Pembelajaran Problem Solving dengan ... merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram atau media lainnya ...
J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Vol. 2, No. 3, Oktober 2021, pp. 161-170 e-ISSN 2722-6069 164 problem soolvingbisa meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan komunikasi matematis.Tetapi perbedaannya dalam penelitian yang ini meneliti bahwa model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING Rahmi Pratiwi#1, Edwin Musdi#2 Mathematics Department, Universitas Negeri Padang ... student's mathematical problem-solving ability is needed, one of which is a problem-based learning model. ... model matematika, menyelesaikan model dan menaf-
to make student's problem solving skill in progress. There are many information-processing models of problem solving, such as simplified model of the problem-solving process by Gicks, Polya's problem solving process etc. One of them is IDEAL problem solving. Each letter of IDEAL is stand for an aspect of thinking that is important for
penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan ... kemampuan pemecahan masalah matematika berasis polya's four-step problem solving budi halomoan siregar, nurliani manurung
Peneliti menganggap model Problem Solving adalah model pembelajaran yang cocok untuk menyelesaikan masalah hasil belajar matematika di SDN 4 Kampung Baru. Oleh karena
Model problem solving merupakan model dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Menurut Martimis dalam Alhafizh (2011) problem solving merupakan model pembelajaran yang merangsang berfikir dan menggunakan ...